Bacaan: Lukas 16:14-18.
Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah. (Luk 16:14-15).
Renungan:
Pernahkah mendengar istilah “mabok harta” atau “mabok uang“? Biasanya istilah tersebut dipergunakan bukan untuk menggambarkan orang yang mabok atau muntah karena kebanyakan memiliki harta benda atau uang. Tampaknya istilah ini untuk menggambarkan orang yang perhatian, usaha, dan tujuan hidupnya adalah untuk mengumpulkan dan memiliki harta benda atau uang sebagai hal yang pertama dan yang terutama.
Lantas, apa salah ketika seseorang mampu mengumpukan harta benda dan uang yang banyak dalam hidupnya? Tidak juga. Yang menjadi masalah adalah “mabok”-nya itu. Cinta yang berlebihan terhadap uang dan harta benda itulah yang membawa bahaya yang mengancam hidupnya.
Bacaan Kitab Suci pagi ini mengingatkan tentang hal ini. Bahwa orang Farisi justru malah mencemooh Yesus, ketika mereka mendengar pengajaran dari Yesus tentang perumpamaan bendahara yang tidak jujur dan kesetiaan seseorang terhadap perkara-perkara kecil menjadi gambaran kesetiaan seseorang terhadap perkara-perkara besar.
Injil Lukas menegaskan, bahwa agama yang benar tidak dapat dipadukan dengan cinta akan uang. Namun, orang Farisi dapat membenarkan cinta mereka terhadap uang dengan mengutip kata-kata Kitab Suci.
Sesungguhnya, pada mulanya orang Farisi melihat kekayaan sebagai berkat dari Allah. Maka bagi mereka, adilah kalau Allah mengganjari mereka yang setia kepada-Nya dengan uang, sepanjang mereka tahu mengelola kekayaan dunia. Kemudian, dengan berlalunya waktu, mereka akhirnya melihat bahwa uang lebih besar bahaya, dan seringkali menjadi privilese (hak istimewa) dari orang-orang yang tidak beriman. Pada akhirnya, begitu seseorang memiliki uang, ia yakin bahwa ia memiliki kebenaran.
Begitulah, kaum Farisi merasa berwenang untuk menghakimi dan memutuskan perkara-perkara Allah. Seperti mereka, banyak orang Kristen yang termasuk dalam kalangan berpengaruh, ingin mempergunakan uang dan kekuasaan demi pelayanan Kerajaan Allah, dan dengan cepat mengukuhkan diri mereka sebagai penguasa. Uang pada gilirannya menguasai mereka yang memilikinya. Cepat atau lambat seseorang bersedia menyetujui suatu tatanan moral yang membenarkan hak-hak istimewanya dan melupakan nilai-nilai Injil seperti: keadilan, kerendahan hati, dan kemiskinan. Pada akhirnya, Gereja sendirilah yang diremehkan oleh mereka yang mencari Allah.
Mengapa orang-orang miskin merasa rendah diri di hadapan orang-orang kaya di dalam Gereja? Mereka terbiasa melihat orang-orang kaya memimpin organisasi gerejawi dan terbiasa pula menerima sabda Allah dari mereka, meskipun Yesus memberi peringatan tentang bahaya kekayaan.
Maka dari itu, mari selalu waspada agar kita semua tidak masuk dalam jerat terkendalikan atau dikendalikan oleh uang dan harta kekayaan.
Doa:
Tuhan Allah Bapa Sorgawi, mampukanlah kami semua menjadi pribadi-pribadi yang kuat, berani dan tangguh untuk melawan godaan hidup mabok harta benda dan uang yang menjadikan kami tumpul terhadap nilai-nilai kebenaran, keadilan, kerendahan hati bersikap terhadap sesama kami. Amin. (KSKK).