Bacaan: Kisah Para Rasul 12:20-25.
Dan pada suatu hari yang ditentukan, Herodes mengenakan pakaian kerajaan, lalu duduk di atas takhta dan berpidato kepada mereka. (Kis 12:21).
Renungan:
Kita semua berhak mendapat penghormatan adalah benar, tetapi tidak berarti kita harus menjadi gila hormat. Begitu pula kita berhak atas pujian dan sanjungan, tetapi tidak serta-merta kita hidup demi memburu pujian, sanjungan, dan pengakuan.
Apakah boleh kita dikenal bahkan terkenal atau menjadi populer? Rasa-rasanya tidak pernah ada hukum yang melarang hal tersebut. Semua yang perlu diperhatikan secara serius adalah tentang bagaimana cara yang ditempuh dan motivasi yang melatarbelakanginya.
Sangat ironis bila semata-mata demi disukai, disanjung, dipuji-puji, dan populer atau terkenal dilakukan dengan menghalalkan segala cara termasuk menghilangkan nyawa seseorang.
Itulah yang terjadi dalam bacaan kita saat ini. Bila memperhatikan pada bagian sebelumnya dari pasal ini, kita akan menemukan bahwa Herodes membunuh Yakobus dan menangkap Petrus demi semata-mata disukai, demi sanjungan, dan popularitas dari kalangan orang Yahudi yang tidak menyukai jemaat-jemaat Kristen.
Pada bagian selanjutnya, memang tidak tertulis alasan yang jelas, tetapi ia marah kepada masyarakat Sidon dan Tirus. Agar situasi membaik, datanglah utusan menemui Herodes dan tentu saja ada upeti yang begitu mahal untuk itu. Lalu kita melihat kembali bagaimana nafsu Herodes untuk dipuji orang lain tetap berkobar-kobar dan justru itulah yang menjadi sebab kebinasaannya.
Ayat 21-23 mengisahkan bagaimana Herodes terlena, sehingga mendewakan diri sendiri, didewakan orang lain, hingga pada akhirnya menerima hukuman dan mati. Lupa diri, haus pujian, gila hormat, ternyata menjadi jalan maut bagi Herodes.
Kisah ini mengajar kepada kita pertama-tama bukan tentang Tuhan yang menghukum dan apa bentuk hukumannya, tetapi hendak menyadarkan kita bahwa lupa diri, haus pujian, dan gila hormat, apalagi menghalalkan segala cara merupakan hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Bukankah Tuhan sendiri justru datang ke dunia dengan merendahkan dirinya dengan menjadi sama seperti manusia? Bila Tuhan dipuji, dihormati, dilayani, dan dimuliakan, bukankah karena Tuhan telah melakukannya terlebih dahulu kepada kita dan dunia?
Mari kita lanjutkan kehidupan ini bukan demi menghindari hukuman, bukan pula demi mendapat pujian, melainkan sebagai ungkapan syukur bahwa kita telah terlebih dahulu menerimanya dari Tuhan, kita ingin membagikan kabar baik itu kepada banyak orang, dan semua kembali untuk kemuliaan nama Tuhan.
Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas anugerah dan damai sejahtera yang telah Engkau berikan. Kini, kami mohon mampukan kami untuk hidup bukan demi pujian atau menghindari hukuman, melainkan sebagai ungkapan syukur dan demi menjadi jalan berkat-Mu bagi banyak orang. Terpujilah Engkau kekal selamanya, Amin. (DBM, Kulwo).