Jamu Godhong Kates

Bacaan: Ibrani 4:1-16.

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya. (Ibr 4:16).

Bacaan Lainnya

Renungan:

Waldjinah adalah salah satu penyanyi keroncong yang sangat populer pada era 70/80-an. Dahulu, penyanyi itu selalu muncul di layar televisi setiap malam Rabu sebelum siaran Ketoprak Mataram yang paling ditunggu-tunggu pandemen TVRI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ia mendendangkan tembang populer berjudul “Eee Jamu“.

Tembang “Ee Jamu” sendiri nampaknya adalah sebuah percakapan jenaka antara penjual jamu dan pembelinya tentang kehidupan sehari-hari rakyat kebanyakan. Deretan liriknya antara lain: “Ee jamu jamune, badan kuat awak sehat yen diombe…” Kemudian, ada bagian lirik tembang yang yang membuat terngiang-ngiang di telinga, yaitu: “Eee jamu jamune, jamu kates awak ethes saklawase; Mbakyu-mbakyu tambah malih jamune kates; Jamu kates wong urip wajib sing bares… .

Bacaan Kitab Suci pagi ini mengingatkan kita tentang pentingnya hidup yang benar, apa adanya, dan bertanggung jawab. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dapat digambarkan dengan pas sebagai “wong urip wajib sing bares“. Kata “bares” menggambarkan kondisi perilaku manusia yang apa adanya, terus terang, prasaja, sederhana, tidak dibuat-buat. Jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak.

Perilaku hidup yang bares sesungguhnya membuat hidup itu menjadi nyaman, mengalir apa adanya, sederhana, tidak perlu melakoni hidup dalam topeng kepura-puraan. Jika pahit serasa jamu kates ya katakan pahit, jika manis serasa jamu beras kencur ya katakan manis. Penulis surat Ibrani pun mengingatkan demikian: “Dan tidak ada ssuatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” (Ibr 4:13).

Bacaan Kitab Suci pagi ini juga memberikan pelajaran kepada kita, bahwa bagi orang Yahudi, Imam Agung, biarpun dia mempunyai kelemahan-kelemahan, adalah seorang suci yang melindungi manusia dari hukuman karena dosa-dosa mereka. Orang Yahudi tidak hanya membutuhkan pemimpin yang mengatur mereka, tetapi juga seorang perantara di hadapan Allah. Harun saudara Musa, imam pertama orang Yahudi yang menjadi orang semacam itu, Pengganti-penggantinya, para Imam Agung, harus menjadi perantara juga.

Gagasan ini dikembangkan dalam perikop bacaan pagi ini: Imam Agung adalah wakil umat di hadapan Allah, dan ia harus lemah seperti umat manusia namun diterima oleh Allah. Artinya, seorang imam pun memiliki sifat-sifat lemah manusia, namun laku hidup yang sederhana, berterus terang, prasaja itulah kekuatan hidup yang menopangnya. Demikianlah Yesus Kristus adalah seorang manusia di antara umat manusia merupakan hal yang serius bagi imam seperti halnya melupakan bahwa Ia adalah Putra Allah.

Maka dari itu, kiranya berguna untuk melihat peran Kristus, sang Imam Agung, pada jaman ini ketika Gereka mengingatkan kita bahwa semua kaum beriman dipersatukan dengan peranan Kristus sebagai imam. Kita harus mencerminkan kemanusiaan di hadapan Allah, kita ditahbiskan bagi Allah untuk maksud itu.

Di dalam perjamuan kudus kita bersyukur kepada Tuhan atas nama setiap orang. Di dalam kehidupan setiap hari kita harus menjadi alat bagi rahmat Allah dengan menjadi orang-orang yang memperjuangkan kebenaran, menggairahkan cinta dan membangun relasi yang penuh kedamaian.

Jadi, jamu godhong kates tetaplah bermakna. Dadi wong urip mestinya kudu sing bares.

Doa:

Tuhan Bapa kami. Terima kasih atas rahmat berkat-Mu yang mengalir dalam setiap laku kehidupan kami. Ajarkanlah dan mampukanlah agar kami menjalani hidup dengan apa yang ada pada kami. Hindarkanlah kami dari godaan hidup berpura-pura. Amin. (KSKK).

 

Renungan pagi ini disusun ulang dari Catatan Kaki (Tafsir) Alkitab dalam Kitab Suci Komunitas Kristiani Edisi Pastoral (KSKK). (Bernardo Hurault – Pastoral Bible Foundation, Claretian Publications – St Paul – Editorial Verbo Divino, versi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta, 2002).

Pos terkait