Bacaan: Keluaran 5:10-23; Kisah Para Rasul 7:30-34.
Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir dan Aku telah mendengar keluh kesah mereka, dan Aku telah turun untuk melepaskan mereka; karena itu marilah, engkau akan Kuutus ke tanah Mesir. (Kisah Para Rasul 7:34).
Renungan:
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus, bacaan Kitab Suci pagi ini mengingatkan kita kembali tentang sejarah perbudakan bangsa Israel di tanah Mesir, dan bagaimana Tuhan Allah mengutus Musa untuk menjadi pemimpin umat-Nya keluar dari Mesir menuju ke tanah yang dijanjikan Allah.
Ayat bacaan tadi menceritakan ketika berada dalam pelariannya Musa hidup sebagai pendatang di tanah Midian tentunya menghadapi perasaan yang tidak nyaman. Hal utama yang dibutuhkan ialah kekuatan, dukungan, bahkan semangat untuk menghadapi situasi yang sedang terjadi, demikianlah Musa di tempat pelariannya, tetapi Allah berkenan memanggil dan mengutusnya.
Panggilan dan pengutusan yang dilakukan Allah terhadap Musa dimulai dengan perjumpaannya yang luar biasa dengan Allah. Pada ayat 30, Tuhan menjumpai Musa di padang gurun gunung Sinai dalam nyala api yang keluar dari semak duri, dan proses perjumpaan ini merupakan pembentukan bagi Musa untuk menjadi hamba-Nya dalam melaksanakan kehendak dan rencanaNya terhadap Israel.
Nyala api yang keluar dari semak duri sebagai penanda kesucian dan kekudusan kehadiran Tuhan. Musa sebagai manusia tentu heran, keheranan ini menjadi kesempatan Tuhan menyatakan diri secara langsung kepada Musa. Melalui suara, Tuhan yang memperkenalkan diri sebagai Allah nenek moyang Israel. Nyala api yang tidak membakar semak duri dapat dipahami sebagai sebuah pernyataan Tuhan kepada Musa, bahwa Tuhan yang Maha Kuasa akan melakukan peristiwa-peristiwa yang luar biasa melalui Musa dan kehidupannya (ay. 31-32).
Ayat 34 menyatakan bahwa Allah peduli terhadap umat pilihan-Nya. Ia mendengar dan memperhatikan setiap keluh kesah mereka maka Allah mengutus Musa ke tanah Mesir. Musa diutus dan diperlengkapi oleh Allah dengan kekuatan dan keberanian untuk menyatakan kebenaran.
Saudaraku terkasih, dalam setiap peristiwa kehidupan, selalu ada situasi di mana kita mengalami keterpurukan, merasa gagal, mendapat penolakan dsb. Tetapi apakah dengan demikian kita akan mudur begitu saja? Bentuk kepedulian Allah juga terletak dalam keberanian dan kekuatan yang diberikan-Nya kepada kita. Demikian halnya yang telah terjadi dengan Musa.
Dengan kekuatan dan keberanian ini pun kita dapat menyatakan kebenaran Allah. Kita dapat menyatakan bahwa kita mampu untuk peduli terhadap sesama.
Sekalipun mendapat penolakan, dan mengakibatkan pelarian, tetapi Dia bukanlah Allah yang tinggal diam, Ia begitu mendengar akan segala seruan dan keluh kesah kita. Ia senantiasa menghampiri dan berada dekat dengan umat-Nya.
Terlebih saat kita mau berserah kepada Tuhan, berhikmat atas berkat serta senantiasa bersyukur dalam segala hal yang telah diberikan. Kita akan melihat bagaimana Tuhan memberikan rasa peduli-Nya kepada kita, sehingga kita dapat memberi dan berbagi kepada sesama, agar sesama mengalami damai dan sejahtera.
Doa:
Bapa Sorgawi, terimakasih, Engkau Allah yang mengajarkan kepedulian terhadap umat pilihan-Mu. Mampukan kami seturut teladan-Mu, agar kami berserah sepenuhnya pada Tuhan, senantiasa bersyukur, peduli terhadap sesama kami, mengasihi dan berbagi. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin. (Markus Winoto – Karanganom).