Bacaan: Yehezkiel 43:1-12; Mazmur 141; Matius 23:37-24:14.
Inilah ketentuan mengenai Bait Suci itu: seluruh daerah yang di puncak gunung itu adalah maha kudus. Sungguh, inilah ketentuan mengenai Bait Suci itu.” (Yehezkiel 43 : 12). — “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa…..” (Matius 24:14a).
Renungan:
Syalom Bapak Ibu Saudara terkasih. Sebelum kita mendalami firman Tuhan melalui 2 nats ayat Alkitab tadi, ada baiknya mengetahui profil singkat penulisnya.
Yehezkiel adalah seorang nabi Yahudi yang hidup pada masa pembuangan di Babilonia. Ia dikenal dengan nubuatnya yang berisi penglihatan, teguran, dan janji pemulihan bagi umat Israel. Sedangkan Matius atau disebut juga Lewi adalah salah satu dari 12 murid Yesus, yang sebelumnya berprofesi sebagai pemungut cukai di Kapernaum, sebelum akhirnya memutuskan untuk jadi penginjil.
Kalau dicermati dari nats Alkitab yang ditulis Yehezkiel tadi, ada hal menarik, bahwa ada pernyataan , “…… bahwa seluruh daerah yang di puncak gunung itu adalah Maha Kudus. Inilah ketentuan mengenai Bait Suci.”
Bila kita tinjau letak geografisnya, Bait Suci di Yerusalem juga terletak di atas Gunung Moria. Lokasi ini dipilih karena Tuhan pernah menampakkan diri kepada raja Daud di sana, kemudian tempat ini dijadikan tempat suci (sekarang disebut Bukit Bait Suci atau dikenal sebagai Temple Mount).
Bait Suci pertama dibangun oleh Raja Salomo (960 SM) dan dihancurkan total oleh kekaisaran Neo-Babilonia. Bait suci kedua dibangun di tempat yang sama (538 SM) dan selesai setelah bangsa Yahudi kembali dari pembuangan. Dibangun oleh Raja Koresy Agung dan disahkan oleh Raja Darius Agung dan hancur pada tahun 70 M oleh balatentara Romawi.
Bila ditinjau kenapa memilih lokasi di puncak gunung, rupanya pada jaman dahulu ada kepercayaan bahwa gunung adalah tempat suci atau bersemayamnya Allah dan roh leluhur. Ini diyakini bukan oleh kepercayaan orang Yahudi saja, tapi juga oleh “kepercayaan” lain di belahan dunia.
Sebagai buktinya, Puncak Machu Picchu reruntuhan suku Inca, Peru dibangun di atas gunung dengan ketinggian 2430 mdpl oleh Kaisar Pachacuti, untuk ritual keagamaan dan kawasan kerajaan. Parthenon, di puncak Akropolis, untuk pemujaan Dewi Yunani, sebagai pelindung kota Athena, merupakan simbol Yunani kuno yang penting.
Demikian peninggalan arkeologis jaman Majapahit di Gunung Penanggungan, Mojokerto, makam kuno di Puncak Gunung Salak, situs Gunung Padang yang diyakini lebih tua dari Piramida Giza di Mesir, juga candi di kawasan Dieng, ini semua menunjukkan bukti puncak gunung sebagai tempat penting sebagai pusat ritual pada masa itu.
Semua bangunan “fisik” bisa hancur karena berbagai faktor. Simbol kemegahan ritual keagamaan bisa hancur, entah oleh manusia, faktor alam, atau faktor lain. Namun, Tuhan Yesus datang membawa pembaharuan. Melalui ayat Alkitab yang ditulis oleh Matius kita diajak untuk berpikir kritis dan bertindak bijaksana, bahwa hakekatnya “Bait Allah” itu adalah Bait Allah yang “hidup” di dalam diri setiap orang yang percaya kepada Tuhan.
Ada pepatah: our body is our temple. Tubuh kita adalah tempat untuk bersemayamnya roh kita untuk memuja Tuhan yang sejati. Bangunan fisik bisa hancur, tapi roh yang mendiami tubuh kita adalah abadi. Kita tidak perlu membatasi untuk berbakti pada Tuhan hanya sebatas di tempat atau “bangunan fisik’ dengan lokasi tertentu, tapi di manapun kita berada dan kapan pun.
Kita adalah pembawa kabar sukacita dan pembaharu untuk semua orang, bahwa kita bisa berbagi kabar sukacita kepada siapa pun tanpa disekati agamanya apa, beribadahnya di mana, dengan cara yang bagaimana. Kita lepaskan atribut “fisik” yang menempel yang bisa menimbulkan sekat bagi sesama.
Tuhan menginginkan kita bersaksi melalui perbuatan kita, perilaku, sikap, pemikiran, ide-ide, pemahaman kita yang diilhami Tuhan kepada siapa saja tanpa dibatasi sekat ruang dan waktu. Inilah makna dari gereja sesungguhnya. Gereja tanpa Dinding, Church Without Wall, gereja yang tidak akan hancur dan lekang oleh cuaca, yaitu bait Allah yang abadi di dalam roh jiwa kita.
Demikian renungan kita pada hari ini. Semoga kita dimampukan Tuhan untuk berbagi kabar sukacita bagi siapa saja yang kita temui, selama di dunia ini.
Doa:
Tuhan yang Maha Baik, terimakasih atas segala pemberianmu untuk kami. Kami mohon penyertaanMu sepanjang waktu dalam hidup kami, agar kami bisa mengejawantahkan firmanMu kepada siapa saja, tanpa adanya sekat-sekat dinding pemisah ataupun atribut fisik diantara kami. Amin. (Andriyani Widyaningtyas – Kulwo).




