Harga Sebuah Kepercayaan

Bacaan:

Lalu kata-Nya kepada mereka: “Di manakah kepercayaanmu?” Maka takutlah mereka dan heran, lalu berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga Ia memberi perintah kepada angin dan air dan mereka taat kepada-Nya?” (Lukas 8:25).

Renungan:

Kisah Yesus meredakan angin ribut saat berperahu bersama para murid di Danau Galilea menjadi kisah yang fenomenal. Yesus langsung bertindak meredakan angin ribut dengan cara yang melampaui akal budi. Setelah itu, baru menanyakan kondisi para murid, mengapa mereka ketakutan, dan mengapa mereka semua menjadi tidak percaya.

Bukankah murid-murid Yesus itu para nelayan Galilea? Artinya mereka orang-orang yang telah terbiasa menghadapi berbagai situasi sulit di tengah danau. Mengapa mereka menjadi seperti tidak mengenal tantangan dan masalah di wilayah di tempat mereka bekerja setiap hari? Mengapa mereka menjadi tumpul dan bingung harus bertindak apa ketika terjadi situasi genting?

Saudaraku yang terkasih, bacaan Kitab Suci pagi ini sesungguhnya mengajak kita untuk mengenali dan mengerti apa yang ada di sekitar kita. Betul-betul mengenali dan mengerti dengan baik dan benar apapun yang ada di sekitar kita adalah menjadi dasar agar kita mampu bertahan hidup bermodal dari apa yang ada di sekitar kita. Setidaknya ada 3 pelajaran berharga mengenali dan mengerti apa yang ada di sekitar kita, yaitu:

Pertama, menerima dengan ikhlas (legawa atau sumeleh) bahwa masalah adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Kisah naik perahu terkena badai topan mengancam jiwa ini menyadarkan kita sesadar-sadarnya: bahwa kehidupan orang-orang percaya pun tak terhindar dari masalah, tantangan atau ujian. Menerima dengan ikhlas atau sumeleh akan mengarahkan kita kepada cara hidup yang mengandalkan Tuhan.

Kedua, hidup mengandalkan Allah. Hidup mengandalkan Allah adalah penegasan sikap iman dan tingkah laku hidup yang mengakui dan meyakini bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber perlindungan dan pertolongan hidup. Sikap mengimani dan menundukkan diri inilah yang memampukan diri kita berolah cipta-rasa-dan karsa menghasilkan ide-ide cemerlang guna menyelesaikan masalah.

Ketiga, proaktif melakukan tindakan yang bisa kita lakukan. Ketika para murid Yesus di perahu mengalami situasi kacau dan ketakutan akut, masih ada murid yang berinisiatif dan berani membangunkan Yesus yang sedang tertidur di buritan. Inisiatif dan tindakan berani salah satu murid itu telah membawa keselamatan bagi seisi perahu.

Saudaraku terkasih, cara hidup mengandalkan Allah bukan berarti sikap yang pasrah-pasif. Bisa jadi kita sedang bermalas-malasan apabila diam tak berbuat apapun dan berdalih biarlah Tuhan yang bertindak membuat mujizat. Cara hidup mengandalkan Tuhan adalah sebuah kepasrahan yang aktif-kreatif. Selamat berkarya, selamat berjuang merayakan kehidupan. (Tim Adminweb/Joko Y).

Tinggalkan Balasan ke Beverly3401 Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 Komentar