Ngundhuh Wohing Pakarti

Bacaan: Lukas 16:19-31

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. …” (Luk 16:19-21).

Bacaan Lainnya

Renungan:

Ada pepatah Jawa “Ngundhuh Wohing Pakarti“. Bisa diterjemahkan “memetik buah dari apa yang dikerjakan“. Kurang lebih bisa dimaknai seseorang pasti akan memperoleh hasil dari apa yang diperbuatnya. Singkatnya, setiap orang mesti bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Perbuatan maksudnya tidak hanya tindakan yang dilakukan, tetapi termasuk juga perkataan yang diucapkan, bahkan pemikiran yang diangankan sekalipun.

Bacaan Kitab Suci pagi ini menceritakan kisah dua anak manusia yang sangat berlawanan kondisi kehidupannya, dan membuahkan kondisi berbeda pada akhir hidupnya. Kitab Suci mencacat orang bernama Lazarus yang diketahui hidupnya miskin, namun justru tidak mencacat siapa nama orang yang hidupnya mewah dan kaya bergelimang harta itu.

Kehidupan orang kaya itu dihabiskan dengan gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri. Ia membuat pilihan yang salah dan menderita selama-lamanya. Sebaliknya, orang bernama Lazarus seumur hidupnya berada dalam kemiskinan, namun hatinya benar di hadapan Allah. Nama Lazarus berarti “Allah adalah pertolonganku”, dan ia tidak pernah melepaskan imannya kepada Allah. Ia mati dan segera diangkat ke Firdaus bersama Abraham. Akhir riwayat kedua orang itu tidak dapat diubah lagi pada saat kematian.

Kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin memberikan pelajaran tidak hanya tentang kaya dan miskin yang dialami oleh seseorang. Bukan pula jaminan bahwa orang kaya itu pasti tidak baik dan orang miskin itulah yang baik. Yang menjadi sumber masalah sesungguhnya adalah perilaku atau cara hidup orang kaya yang berpusat pada diri sendiri. Berpusat pada diri sendiri artinya artinya egois, mengutamakan kepentingan sendiri saja, tidak peduli orang lain, apalagi peduli kehendak Tuhan.

Kebalikannya, orang bernama Lazarus perilaku atau cara hidupnya berpusat pada kehendak Allah. Ia tak melepaskan apa yang ia imani kepada Allah, meskipun kemiskinan dan situasi sulit mendera kehidupannya.

Saudara-saudaraku terkasih, hidup dan kehidupan pada masa kini tidak semakin mudah. Kita tidak lagi bisa bersantai-santai lagi karena sumber daya yang semakin terbatas. Di sisi lain, jumlah umat manusia dan segala kebutuhan hidupnya semakin bertambah, sehingga orang mesti berkompetisi, terkadang saling berebut untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan.

Melalui kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin, kita diingatkan agar semakin kokoh tumbuh dan berakar memusatkan hidup dalam kehendak-Nya. Dari setiap pemikiran, perkataan, dan perbuatan yang kita lakukan ada pertanggungjawabannya. Ada akibat yang mesti kita terima sebagai bentuk pertanggungjawabannya baik pada saat ini maupun nanti sesudah hidup di alam nyata.

Doa:

Bapa sorgawi, mampukanlah kami untuk semakin bertanggung jawab atas setiap pemikiran, perkataan dan tindakan yang kami perbuat. Kami memohon rahmat-Mu agar hidup kami semakin kokoh bertumbuh dan berakar memusatkan hidup seturut kehendak-Mu. Amin.

***

Renungan singkat disusun dari Tafsir Alkitab YLSA (Yayasan Lembaga Sabda).

Pos terkait