Bacaan: Yesaya 24:1-16a, 1 Tesalonika 4:1-12.
Dari ujung bumi kami dengar nyanyian pujian: “Hormat bagi Yang Mahaadil!” Tetapi aku berkata: “Kurus merana aku, kurus merana aku. Celakalah aku! Sebab para penggarong menggarong, ya, terus-menerus mereka melakukan penggarongannya!” (Yesaya 24:16).
Renungan:
Saudaraku terkasih, perikop bacaan Kitab Yesaya pagi ini mengisahkan tentang situasi dan kondisi bangsa Yehuda sebelum masa pembuangan ke negeri asing. Kita mendapati amarah Tuhan yang begitu mengerikan terhadap bangsa Yehuda, karena Tuhan akan menanduskan dan menghancurkan bumi. Mengapa Tuhan membalikkan kondisi dan menyerakkan penduduk bumi?
Ternyata kondisi bangsa Yehuda sedang tidak baik-baik saja. Bahkan Yehuda mengalami kekacauan dan kerusakan tatanan hidup yang sangat luar biasa. Pada jaman itu muncul orang-orang kaya yang berkolusi dengan para penguasa, sehingga menimbulkan gejolak sosial dan kemerosotan moral. Munculnya jurang pemisah antara kaya dan miskin, keadilan dan kebenaran dilecehkan dan dijungkirbalikkan.
Bangsa Yehuda tidak mengandalkan kekuatan dan pertolongannya kepada Tuhan, melainkan pada bangsa Asyur. Bangsa Asyur ini yang nantinya dipakai Tuhan untuk menghukum Yehuda karena kejahatannya dan kemurtadannya. Namun, oleh karena kesombongan bangsa Asyur sendiri, bangsa bangsa ini juga tak luput dari hukuman Tuhan.
Nabi Yesaya dengan gamblang menerangkan bahwa dosa sudah mengakar di antara bangsa-bangsa, termasuk Yehuda dan Israel (Utara) yang seharusnya menjadi terang bagi dunia ini. (ayat 13-23). Karena itu, Tuhan menyatakan akan membuat perubahan besar dengan mengembalikan kerajaan Israel ke keadaan semula. Dahulu, Tuhan menjadi Raja atas umat Yehuda dan Israel, tetapi umat ini telah menjauh dan mengingkari perjanjiannya. “Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. (ayat 5).
Namun demikian, di tengah situasi yang demikian muncul pujian yang dikumandangkan. Pujian ini menyatakan bahwa penghukuman Tuhan bukan untuk membinasakan, tetapi membawa bangsa itu pada pertobatan. Bukan untuk menakut-nakuti, tetapi membawa sebuah pembaharuan kehidupan. (ayat 14-15).
Kemudian, melalui bacaan kedua dari Kitab Tesalonika, kita sebagai umat Tuhan juga diingatkan agar senantiasa menjaga diri, mampu menjalani hidup yang berkenan kepada Tuhan dalam kehidupan di tengah berbagai bangsa. Artinya hidup umat Tuhan mestinya mampu menjadi berkat. Umat Tuhan mesti mampu bekerja yang produktif dengan penuh tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak merepotkan orang lain.
Saudaraku terkasih, hari ini kita memasuki minggu Adven ke-2. Kita diingatkan dan diundang untuk hidup dalam pertobatan yang sesungguhnya. Bertobat itu tidak cukup berakhir pada pengakuan menyesali perbuatan salah dan berjanji dengan berkata-kata manis. Bertobat adalah laku hidup yang sadar sesadar-sadarnya bahwa keberadaan dirinya rapuh. Karena itu tergerak untuk menjaga laku dan perbuatanmya menjadi lebih baik, benar dan terhindar dari kesalahan atau kekeliruan. Tuhan berkenan menuntun asalkan kita mau berserah diri kepadaNya.
Doa:
Tuhan Allah Bapa surgawi, terima kasih atas kesempatan hidup yang boleh kami jalani sampai saat ini. BerkatMu senantiasa tercurah kepada kami dari hari ke hari, namun kamilah yang terkadang tidak mampu memahami kasih setiaMu itu. Ampunkanlah ya Tuhan atas ketidakmengertian kami ini. Mampukan kami ya Tuhan, agar kami mampu hidup dalam pertobatan yang tidak berhenti pada kata-kata dan janji manis, namun mampukan agar kami berbuat dan bertindak nyata mewujudkan buah-buah Roh Kudus Tuhan. Amin. (Joko Yanuwidiasta – Kulwo).
