Bacaan: Yeremia 25: 15-29; Kisah Para Rasul 7: 44-53.
“Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.” (Kisah Para Rasul 7:51).
Renungan:
Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah menerima teguran, kritik, atau nasihat yang tidak menyenangkan? Mendengarkan nasihat tidak selalu nyaman di hati, apalagi yang didengarkan bukan hal yang disukai atau yang sesuai dengan keinginan kita. Kadang dengan cepat kita mendengarnya namun segera menutup hati kita. Hari ini kita diajak untuk mendengar 2 kisah beda jaman tentang Yeremia dan Stefanus yang sama-sama dipakai Tuhan untuk menegur, memberikan peringatan bagi orang-orang yang hidup dalam dosa dan menolak kebenaran Allah.
Stefanus mengingatkan orang-orang yang menghakiminya bahwa penolakan kepada kebenaran sudah dilakukan sejak para leluhur mereka. Para nabi dianiaya. Bahkan, ketika Allah sendiri datang dengan menjadi manusia, mereka tidak bersedia menerima-Nya (Kisah Para Rasul 7: 52). Hal itu dikarenakan ketidaksediaan mereka untuk mendengarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingan mereka.
Ternyata hal serupa telah dialami Yeremia. Ia menubuatkan pembuangan ke Babel dan penderitaan yang akan dialami oleh berbagai bangsa, termasuk Yehuda karena penyembahan berhala dan ketidakadilan yang mereka lakukan. Allah digambarkan seperti Panglima perang yang mengaum, menyerahkan orang fasik kepada pedang, dan menjatuhkan hukuman kepada bangsa-bangsa yang melawan Dia. Gambaran ini mungkin tampak keras, seolah-olah Allah tidak berbelas kasihan. Namun justru di sanalah terlihat keteguhan-Nya dalam menegakkan keadilan. Firman Tuhan menegaskan, “Mereka tidak akan diratapi, tidak akan dikumpulkan dan tidak akan dikuburkan; mereka akan menjadi pupuk” (Yeremia 25:33b).
Nasihat Tuhan dapat datang melalui berbagai cara—melalui keluarga terdekat, saudara, orang yang bahkan tidak kita kenal, atau lewat peristiwa yang kita alami. Sekalipun sederhana, setiap nasihat adalah petunjuk Allah untuk menuntun langkah kita. Sering kali, justru nasihat yang terasa pahit itulah yang menjadi sarana perubahan diri yang sejati. Saat masih mendengarkan nasihat, kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Allah memang penuh ampun, namun bukan berarti kita dapat mengendalikanNya untuk selalu mengikuti keinginan kita. Ia adalah Allah yang adil.
Apakah kita sedang dinasehatiNya? Mari membuka hati, menelaahnya, dan memperbaiki diri dengan tuntunan Roh Kudus, selagi masih ada waktu.
Doa:
Tuhan, lembutkan hatiku agar mau menerima setiap teguran-Mu dengan kerendahan hati. Pimpinlah aku oleh Roh Kudus-Mu untuk hidup seturut kehendak-Mu selagi masih ada kesempatan. Amin. (Kintan Limiansih – Banguntapan).