Bacaan: Wahyu 21:1-7.
Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu. (Wahyu 21:4).
Renungan:
Saudaraku terkasih, bahagia pada akhirnya atau happy ending umumnya merupakan “alur cerita” yang paling digemari dan ditunggu-tunggu penikmat drama, film atau sinetron. Banyak pecinta drama atau sinetron yang kecewa ketika sebuah kisah berakhir tak terduga (plot twist), kisah yang mengecewakan hati atau menyedihkan menurut perasaan kita.
Bacaan Kitab Suci pagi ini boleh saja digambarkan sebagai cuplikan “akhir cerita” yang membahagiakan. Kita menyakini bahwa Kitab Suci memiliki otoritas kebenaran Illahi, sehingga “akhir cerita” melalui gambaran “langit baru dan bumi yang baru” bukan karangan ngawur penulis Kitab Wahyu. Apa yang tertulis dalam bacaan pagi ini adalah kesaksian dari penglihatan dari Allah yang diterima Rasul Yohanes tentang “akhir jaman” sekaligus “permulaan jaman baru”.
Barangkali kita menjadi lebih terkesima dengan kotbah dan kesaksian tokoh yang mengaku telah mengalami perjalanan ke sorga dan kembali ke dunia nyata daripada membaca Kitab Suci secara sendiri-sendiri. Bagaimanapun, Kitab Suci sesungguhnya sudah terang-benderang menyatakan, bahwa akhir kisah akan berulang sebagaimana permulaan langit dan bumi. Hubungan yang rusak antara manusia dan Allah pada akhirnya akan dipulihkan, kutukan yang tertulis dalam Kitab Kejadian akan dihapuskan.
Taman Eden dalam Kitab Kejadian digambarkan oleh Kitab Wahyu dengan adanya sebuah kota yang megah dan penuh orang yang menyembah Allah, ada sungai dan pohon kehidupan, tidak ada kematian, kesedihan dan ratap tangis yang menodai. Menjadi sebuah akhir yang membahagiakan. Itulah gambaran kondisi sorgawi bagi para anak-anak Allah yang akan didapatkannya sesudah kematian. Sekali lagi surga bukanlah rekaan yang ditulis dalam Kitab Suci. Itu adalah mahkota yang pasti akan kita terima sebagai anak-anak-Nya yang teguh dan setia mengikuti-Nya sampai maut memisahkan kita.
Saudaraku terkasih, lebih dari itu, Allah tidak sekadar memberikan jaminan janji manis kehidupan sorgawi kelak. Melalui kehadiran Allah dalam tubuh manusia Yesus, Ia berkenan hadir dalam sejarah kehidupan nyata umat manusia. Ia turut merasakan pahit getirnya hidup manusia.
Ia yang hadir lewat keluarga Yusuf dan Maria dari Desa Nasareth yang bersahaja. Ia lahir di palungan tempat pakan ternak, Ia sering ditolak dicemooh di sana-sini, diludahi, tubuh-Nya yang rusak disiksa dan disalib sampai mati. Semua dijalani dengan sepasrah-pasrahnya sebagaimana manusia biasa. Ia berkenan hadir dan turut solider merasakan kepahitan secara fisik dan mental yang luar biasa berat sebagaimana pahit getir kehidupan yang sering dihadapi kehidupan manusia. Di sinilah ditunjukkan sifat Allah yang Maha Kuasa, Maha Suci, Maha Kasih dan Maha Rahim, dan solider terhadap garis hidup manusia.
Maka dari itu, marilah kita teruskan jejak langkah kehidupan kita sehari-hari dengan penuh semangat dan pengharapan yang indah pada akhirnya. Allah yang penuh cinta kasih merasakan setiap getar gembira-sedih kita, karena Ia senantiasa hadir di tengah-tengah kita, baik dalam kehidupan masa kini dan nanti.
Doa:
Terima kasih Tuhan, Engkau begitu mencintai dan menyayangi umat ciptaan-Mu. Ketika kami jatuh terjungkal, Engkau pun mengulurkan tangan-Mu agar kami selamat. Mampukanlah kami agar mengerti kehendak-Mu dan jadikanlah kami menjadi murid-Mu yang bertanggung jawab. Amin. (Admin/Tim Web).