Bacaan: Habakuk 1 : 5-17, Yakobus 1 : 2–11.
“Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yakobus 1:2–4).
Renungan:
Tidak ada seorang pun yang menyukai penderitaan. Namun, Yakobus menantang kita untuk melihat ujian hidup dari sudut pandang yang berbeda — bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan. Ujian adalah ladang tempat iman kita bertumbuh dan menguat.
Ketika kita menghadapi kesulitan, kita disadarkan untuk bersandar lebih erat kepada Tuhan. Di situlah ketekunan lahir. Dari lahirnya sebuah ketekunan itu, terbentuklah kedewasaan rohani, yakni sebuah iman yang tidak mudah goyah meskipun badai datang.
Yakobus juga mengingatkan bahwa bila kita kekurangan hikmat dalam menghadapi pencobaan, kita boleh memintanya kepada Allah yang murah hati (ayat 5). Tuhan tidak akan menegur kita karena lemah; Ia justru menolong dan memperlengkapi kita agar tetap teguh.
Lalu pada ayat 9–11, Yakobus berbicara tentang kerendahan hati — baik bagi yang miskin maupun kaya. Dalam ujian, semua manusia setara di hadapan Allah. Kekayaan duniawi dapat layu seperti bunga, tetapi iman yang tahan uji akan tetap bersinar selamanya.
Refleksi Pribadi:
- Apakah aku sudah belajar melihat ujian hidup sebagai kesempatan untuk bertumbuh dalam iman?
- Ketika aku merasa lemah dan bingung, apakah aku segera mencari hikmat dari Tuhan?
- Apakah aku menaruh kepercayaanku pada hal-hal duniawi, atau pada Allah yang memberi kehidupan kekal?
Doa:
Tuhan, terima kasih untuk setiap ujian yang Engkau izinkan terjadi dalam hidupku. Ajar aku untuk melihatnya bukan sebagai hukuman, tetapi sebagai sarana untuk membentuk imanku. Berikan aku hikmat untuk berjalan dengan setia, dan kerendahan hati untuk selalu bersandar kepada-Mu. Amin. (Libowa Estebar – Gunungsari).