Menjaga Hati Sampai Kesudahan Jaman

Bacaan: Lukas 21:34-22:6.

“Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” (Lukas 21:36).

Bacaan Lainnya

Renungan:

Hidup di zaman sekarang seperti berjalan di tengah kota yang tak pernah tidur. Kita dikejar waktu, dibanjiri informasi, dan sering tidak sempat berhenti untuk bertanya: “Apa kabar diriku, apa kabar hatiku hari ini?” Dalam bacaan kita, Yesus mengajak kita untuk memeriksa ulang kehidupan kita, bukan dari apa yang terlihat di luar, tetapi dari apa yang tersembunyi di dalam: hati yang pelan-pelan bisa tertidur di tengah hiruk-pikuk dunia.

Lukas menyusun bagian ini dengan sangat khas. Yesus sedang menutup pengajaran-Nya tentang akhir zaman dengan sebuah seruan yang menyentuh secara pribadi: berjaga-jaga dan berdoa. Kata “berjaga-jaga” dalam teks Yunani (grēgoreō) menunjuk pada sikap siaga rohani yang aktif, bukan pasif. Ini bukan hanya soal menghindari dosa besar, tetapi tentang kepekaan terhadap keadaan hati yang bisa terbebani oleh pesta pora, kemabukan, atau tekanan hidup sehari-hari.

Di sini, dosa tidak muncul dalam bentuk dramatis, tetapi lewat kelalaian rohani yang perlahan melumpuhkan. Yesus tahu bahwa zaman akan membawa kesesakan, karena itu Ia mengundang kita untuk hidup dalam kesadaran penuh akan waktu Allah. Tidak kebetulan pula, setelah seruan ini, Lukas menyisipkan kisah awal pengkhianatan Yudas. Secara naratif, hal ini menunjukkan betapa mudahnya seseorang berpindah dari lingkaran kasih kepada kegelapan, jika hati tidak dijaga.

Pembacaan teks ini juga mengajak kita tidak hanya merenungkan tentang akhir zaman, tetapi juga awal dari perubahan hati. Apakah kita masih hidup dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam keseharian? Atau hati kita mulai tergerus oleh rutinitas dan kekhawatiran yang tak kunjung selesai? Seperti Yudas yang diam-diam mulai mengambil jalan yang lain, kita pun bisa tanpa sadar mulai menjauh, bukan karena kita membenci Tuhan, tetapi karena kita terlalu sibuk untuk menyadari bahwa kita sudah tidak lagi dekat dengan-Nya.

Dalam kehidupan kita yang serba cepat ini, menjaga hati menjadi bagian yang penting dari kehidupan iman percaya kita. Kita, gereja, persekutuan di masa sekarang menghadapi tantangan untuk membangun spiritualitas yang tidak hanya ritualistik, tetapi juga mendalam dan reflektif. Inilah saatnya di mana setiap kita baik sebagai pribadi, mengambil waktu untuk kembali menghidupi disiplin berjaga dan berdoa. Alasannya bukan karena takut akan akhir, tetapi karena ingin terus terhubung dengan kasih Allah yang hidup.

Akhirnya, Yesus tidak hanya mengajak kita untuk waspada terhadap zaman, tetapi juga mengajak kita menjaga ruang terdalam hidup kita: hati. Di sanalah pusat kehidupan rohani bertumbuh. Mari jaga hati kita agar tetap peka, jujur, dan terbuka kepada Tuhan agar di tengah gelapnya dunia, kita tetap menjadi terang karena hati kita tertambat pada Sang Terang itu sendiri.

Doa:

Terpujilah Engkau ya Allah. Dengan penuh kasih setia, Engkau terus menopang dan menolong kami menjalani sibuknya kehidupan di dunia ini. Mampukanlah kami untuk terus menambatkan hati pada-Mu di tengah segala hiruk-pikuk kehidupan yang kami jalani. Kiranya kami terus dapat memuliakan-Mu dan memancarkan kasih-Mu dari sekarang sampai selamanya. Amin. (Daniel Bimantara).

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *