Tuhan Tidak Pernah Absen

Bacaan: Yehezkiel 10:1–19; Mazmur 98; Lukas 17:20–37

“… Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.” (Lukas 17:21b).

Bacaan Lainnya

Renungan:

Saudara terkasih. Misteri terbesar dalam kehidupan rohani adalah cara Tuhan menyatakan diri-Nya. Kadang Ia hadir begitu nyata sehingga kita bersukacita; kadang Ia terasa jauh sehingga manusia mencari-cari ke mana kemuliaan-Nya pergi.

Bacaan kita hari ini memperlihatkan satu gambaran utuh tentang kehadiran Tuhan: Tuhan yang beranjak, Tuhan yang datang, dan Tuhan yang memanggil manusia untuk siap menyambut-Nya.

Ketika kita membaca Yehezkiel 10, kita menemukan sesuatu saat kemuliaan Tuhan meninggalkan Bait Suci. Ini bukan sekadar peristiwa spiritual, tetapi sebuah pesan kepada umat bahwa ketika hati manusia tidak lagi tertuju kepada Tuhan, kehadiran-Nya tidak tinggal di tempat yang tanpa ketaatan. Tuhan tidak berubah; tetapi hati manusia yang menjauh membuat mereka tidak lagi layak menjadi tempat kediaman-Nya.

Namun, kisah Tuhan tidak berhenti pada kepergian kemuliaan-Nya. Mazmur 98 menunjukkan wajah Allah yang lain: Allah yang datang membawa kemenangan, pembebasan, dan keadilan. Saat kemuliaan Allah meninggalkan Bait Suci karena ketidaksetiaan, Mazmur memperlihatkan bahwa Allah tetap mengarahkan diri kepada umat-Nya untuk menyelamatkan. Artinya, meskipun manusia sering mengecewakan, Allah tidak berhenti berkarya. Ia selalu bergerak—bukan menjauh untuk selamanya, tetapi untuk mendekat dan memulihkan.

Dari dua bacaan ini—Tuhan yang beranjak dan Tuhan yang datang—memberi dasar untuk memahami ajaran Yesus dalam Lukas 17. Di sana Yesus berkata bahwa Kerajaan Allah telah hadir di tengah umat, namun pada saat yang sama, akan datang hari ketika Anak Manusia menyatakan diri-Nya dengan cara yang luar biasa dan tak terduga.

Yesus seolah berkata: Tuhan tidak pernah absen. Pertanyaannya bukan “di mana Tuhan?”, tetapi “apakah hati kita siap mengenali-Nya?”

Inilah titik temu dari ketiga bacaan tersebut: kehadiran Tuhan selalu nyata, tetapi tidak selalu dikenali; dan bagaimana kita merespons kehadiran itulah yang menentukan apakah kita akan menikmati kemuliaan-Nya atau justru kehilangan-Nya.

Ketika hati umat dalam Yehezkiel keras, kemuliaan Tuhan beranjak.
Ketika umat dalam Mazmur menantikan Dia, Tuhan datang mendatangkan keselamatan.
Ketika Yesus hadir membawa Kerajaan Allah, banyak orang tidak menyadari karena hati mereka terpaku pada tanda-tanda lahiriah.

Tiga kisah, satu pesan: Kesiapan hati akan menentukan cara kita menerima dan mengalami kehadiran Tuhan. Yesus mengingatkan bahwa hari kedatangan Anak Manusia akan datang secara tiba-tiba. Tetapi sebenarnya, Ia mengajak kita untuk hidup dengan kesadaran bahwa Kerajaan Allah sudah bekerja di tengah kehidupan kita. Yang Ia kehendaki adalah hidup yang setiap hari peka, setia, dan tidak terbelenggu oleh hal-hal dunia yang membuat keras hati.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pun bisa mengalami “kepergian” kemuliaan Tuhan ketika kita membiarkan dosa kecil, kepahitan, atau kesibukan mengambil alih hati kita. Namun, pada waktu yang sama, Tuhan terus mengetuk, datang, bekerja, dan memanggil kita kembali dalam kasih-Nya.

Keberadaan Tuhan bukan sekadar peristiwa besar seperti yang dinyatakan Yesus tentang akhir zaman. Ia juga hadir dalam momen-momen kecil: dalam suara hati yang mengingatkan, dalam firman yang menegur, dalam kesempatan untuk mengasihi, dalam keberanian untuk mengampuni. Kerajaan Allah hadir ketika hati kita terbuka bagi-Nya.

Karena itu, renungan kita hari ini bukan hanya mengajak kita menantikan Tuhan datang, tetapi juga memeriksa apakah hidup kita menjadi tempat di mana Ia berkenan tinggal. Apakah kita menjaga kekudusan hati? Apakah kita hidup dalam syukur dan pujian seperti Mazmur? Apakah kita berjaga-jaga seperti pengajaran Yesus?

Tuhan yang sama yang pernah menjauh dari Bait Suci, adalah Tuhan yang juga datang membawa keselamatan, dan Tuhan yang akan datang kembali dalam kemuliaan. Maka marilah kita memelihara hati agar tetap menjadi tempat kediaman-Nya.

Ketika Tuhan datang dalam teguran, kita bertobat.
Ketika Tuhan datang dalam penghiburan, kita bersyukur.
Ketika Tuhan datang dalam kemuliaan-Nya kelak, kita menyambut-Nya dengan sukacita.

Sebab Tuhan tidak pernah absen—kitalah yang dipanggil untuk tetap setia menjaga hati sebagai tempat di mana Kerajaan Allah hadir. Tuhan Yesus Memberkati (Anik Wahyuni – Gunungsari).

 

 

Pos terkait