Bacaan: Roma 15:4-13.
Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah. (Roma 15:7).
Renungan:
Sadar atau tidak sadar, suka atau tidak suka, memang harus diakui bahwa perbedaan itu tidak bisa kita hindari. Kita bisa tinggal satu kampung, satu gereja, bahkan satu keluarga, tetapi cara berpikir kita tidak selalu sama. Kadang perbedaan itu kecil dan bisa dilewati, tetapi ada kalanya terasa mengganggu, membuat jarak, termasuk memicu salah paham. Tepat di situ bisa muncul godaan untuk merasa, entah pribadi atau kelompok, bahwa kitalah yang paling benar. Paulus pernah menghadapi situasi semacam itu di jemaat Roma.
Surat Roma ditulis untuk jemaat yang berbeda latar belakang, yakni orang Yahudi percaya Kristus dan orang non-Yahudi percaya Kristus. Mereka sempat berselisih karena latar belakang tradisi, kebiasaan ibadah, dan cara memahami iman yang berbeda. Paulus menegaskan bahwa Kitab Suci diberikan supaya umat belajar ketekunan, mendapat penghiburan, dan akhirnya memiliki pengharapan. Ia berkata bahwa Allah sendiri adalah sumber ketekunan dan penghiburan, supaya jemaat tidak saling memaksa, tetapi belajar menerima satu sama lain seperti Kristus telah menerima mereka. Paulus juga mengutip nas-nas Perjanjian Lama untuk menunjukkan bahwa sejak awal rencana Allah memang mencakup semua bangsa, bukan satu kelompok saja.
Saudara-saudara, kisah Paulus mengajak kita merenungkan bahwa sesungguhnya iman bukan hanya tentang semata-mata percaya kepada Tuhan, melainkan juga mencakup cara kita memperlakukan sesama. Menerima orang yang mirip atau punya kesamaan dengan kita itu mudah, tetapi menerima orang yang berbeda pendapat, berbeda kebiasaan, atau berbeda cara hidup, itu proses yang kadang perlu perjuangan besar. Namun, justru lewat proses seperti itulah kita beroleh kesempatan istimewa untuk semakin dewasa dan belajar melihat orang lain seperti Tuhan melihat mereka. Kita juga belajar bahwa pengharapan bukan muncul karena hidup serba sesuai rencana kita, tetapi karena Tuhan tetap setia mendampingi kita dalam prosesnya, bagaimanapun juga situasinya.
Sampai hari ini, barangkali kita masih menghadapi rupa-rupa perbedaan, baik itu pendapat, gaya hidup, atau cara kita terkoneksi dengan Tuhan. Namun ketika kita mau belajar saling menerima, sabar, dan tetap berharap pada Tuhan, damai sejahtera bisa tetap akan ada dalam hati kita dan tidak membuat kita jadi terbeban. Roh Kudus memberi sukacita dan kekuatan untuk tetap rukun meski kita memiliki berbagai perbedaan satu sama lain. Mari saling mengampuni, memahami, dan menerima sesama kita sebagaimana Kristus telah menerima kita terlebih dahulu. Amin.
Doa:
Ya Tuhan yang penuh kasih, terima kasih karena Engkau selalu hadir dalam hidup kami. Ajari kami untuk saling menerima sebagaimana Engkau telah menerima kami dalam Kristus. Kuatkan hati kami ketika menghadapi perbedaan, dan penuhilah kami dengan damai-Mu. Biarlah hidup kami menjadi saluran kasih dan pengharapan bagi sesama. Dalam nama Yesus Kristus, kami berdoa. Amin. (Daniel Bimantara – Kulwo).






