Bacaan: Bilangan 4:34-49, 5:1-4; 2 Timotius 2:1-7
“Sebab itu, anakku, jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus.” (2 Timotius 2:1).
Renungan:
Bapak, Ibu, dan Saudara terkasih, pernahkah kita mengukur kekuatan dari seberapa banyak orang yang tahu apa yang kita lakukan?
Seorang artis atau influencer merasa gagal ketika penggemar meninggalkannya. Seorang karyawan bisa merasa tidak berarti ketika prestasinya tidak dipuji di rapat. Seorang ibu rumah tangga bertanya-tanya apakah pekerjaannya “cukup penting” karena tidak ada yang melihat. Tapi ada pertanyaan yang lebih dalam: Apakah kekuatan sejati memerlukan sorotan?
Pak Dodo, seorang petani di desa, setiap hari berangkat ke sawah sebelum matahari terbit. Tidak ada yang memvideokan. Tidak ada postingan viral. Ia hanya menanam, menyiangi, menunggu. Suatu hari cucunya yang kuliah di kota pulang dengan wajah lesu, karena merasa biasa-biasa saja dibanding teman-temannya yang viral di media sosial. Pak Dodo tersenyum, “Coba lihat padi di sawah ini. Setiap hari kakek rawat. Tidak ada yang lihat, tidak ada yang komen. Tapi empat bulan kemudian, hasilnya bisa dimakan satu keluarga, bahkan bisa dibagi untuk saudara. Viral itu seperti angin, datang dan pergi. Tapi akar yang dalam, itu yang membuat pohon tetap berdiri saat badai.”
Dalam Bilangan 4, kita membaca tentang kaum Lewi yang ditugaskan mengangkut peralatan Kemah Suci (ayat 34-49). Pekerjaan mereka bukan yang mewah bukan pula mentereng, melainkan membawa tiang, memasang tirai, mengatur tata letak. Tidak ada penonton yang bertepuk tangan, tidak ada liputan media. Namun tanpa mereka, ibadah tidak bisa berjalan dengan optimal. Allah memanggil mereka berdasarkan kemampuan dan usia yang tepat, lalu memberikan tugas yang spesifik. Bahkan dalam Bilangan 5:1-4, Allah menunjukkan perhatianNya pada keteraturan dan kekudusan dalam komunitas. Ini mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati bukan soal visibilitas (apa yang terlihat), tetapi kesetiaan pada panggilan yang Tuhan berikan.
Paulus memahami perkara ini ketika ia menulis surat kepada Timotius, seorang pelayan muda yang mungkin merasa kecil di hadapan tantangan besar. Ia tidak berkata, “Jadilah terkenal” atau “Buatlah namamu dikenal”. Sebaliknya, ia berkata: “Jadilah kuat oleh kasih karunia dalam Kristus Yesus” (ayat 1). Kekuatan itu bukan datang dari pengakuan orang lain, tetapi dari kasih karunia yang bekerja dalam diri kita, tersembunyi, konsisten, dan transformatif. Lalu Paulus juga memberikan tiga ilustrasi: Prajurit (ayat 3-4) yang fokus pada panggilannya tanpa terdistraksi, atlet (ayat 5) yang bertanding dengan integritas meski tak ada yang melihat, dan petani (ayat 6) yang sabar menunggu hasil dari kerja kerasnya. Ketiga ilustrasi ini punya satu benang merah: kekuatan yang sejati dibangun dalam keheningan, disiplin, dan kesetiaan yang tidak terlihat.
Kekuatan sejati adalah ketika kita tetap berdiri teguh meskipun tidak ada sorotan. Tetap bekerja dengan integritas meskipun tidak ada yang mengawasi, tetap setia meskipun hasilnya belum terlihat. Bekerja untukNya bisa dilakukan dalam bentuk apapun dan di manapun (di kantor, di sawah, di rumah, di sekolah), selama kita setia memancarkan kasih Tuhan. Hari ini, mari kita berhenti mengukur kekuatan dari berapa banyak orang yang melihat, namun mulai mengukurnya dari seberapa dalam akar iman kita tertanam di dalam Kristus.
Doa:
Tuhan, ajarlah kami untuk mencari kekuatan bukan dari sorotan dunia, tetapi dari kasih karunia-Mu yang setia. Kuatkan kami untuk tetap fokus, berintegritas, dan sabar dalam setiap proses yang Engkau izinkan. Amin. (Kintan Limiansih, Wonocatur).
