Bacaan: Lukas 17: 11-19.
Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring,
lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria” (Lukas 17:15-16).
Renungan:
Prinsip dasar beretika yang diajarkan orang tua kepada anak adalah mengucapkan 3 kata, yaitu: terimakasih, maaf dan tolong.
Apakah prinsip ini dilakukan juga dalam kehidupan beriman? Setiap hari, kita menerima begitu banyak hal baik dari Tuhan: kesehatan, keluarga, pekerjaan, makanan di meja, bahkan udara yang kita hirup. Namun sering kali, kita lupa untuk berhenti sejenak dan berterima kasih kepada-Nya. Dalam kesibukan hidup, kita lebih mudah mengeluh daripada bersyukur, padahal, hati yang tahu berterima kasih adalah tanda bahwa kita menyadari kebaikan Tuhan dalam hidup kita.
Renungan hari ini, yang diambil dari Lukas 17:11–19, mengajak kita belajar tentang pentingnya bersyukur melalui kisah sepuluh orang kusta yang disembuhkan Yesus. Dalam kisah ini Yesus menyembuhkan mereka semua. Namun, hanya satu orang yang kembali untuk mengucapkan terima kasih. Orang itu adalah seorang Samaria, seseorang yang dianggap rendah oleh orang Yahudi. Ia bersyukur karena sadar bahwa hidupnya telah dipulihkan, dan ia tidak lupa siapa yang memberkati hidupnya.
Melalui kisah ini, Yesus mengingatkan kita tentang pentingnya hati yang tahu berterima kasih. Sering kali kita seperti sembilan orang kusta lainnya. Ketika doa kita dijawab, ketika masalah kita selesai, atau ketika berkat datang, kita cepat melangkah maju tanpa menoleh ke belakang dan berkata, “Terima kasih, Tuhan.” Kita sibuk menikmati hasilnya, lupa bahwa semua itu berasal dari kasih karunia Allah.
Mengucap syukur bukan hanya sekadar kata “terima kasih”, tetapi sikap hati yang sadar bahwa tanpa Tuhan, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika kita belajar bersyukur, kita belajar rendah hati, karena kita tahu bahwa semua yang kita miliki adalah pemberian Tuhan. Tuhan Yesus berkata kepada orang yang kembali itu, “Imanmu telah menyelamatkan engkau”, artinya, ucapan terima kasih itu lahir dari iman yang sejati — iman yang mengenal dan menghargai kasih Tuhan.
Hari ini, mari kita berhenti sejenak dan menghitung berkat yang telah diberikan Tuhan. Mari selalu bersyukur untuk hal besar maupun kecil: napas yang kita hirup, keluarga, teman, bahkan tantangan yang menguatkan iman kita. Hati yang bersyukur adalah hati yang dipenuhi damai. Mari, setiap hari, kita belajar untuk selalu berkata, “Terima kasih, Tuhan,” (Elisabet Lasmiyati – Kulwo).






