Membela Keadilan Secara Tidak Adil

Bacaan: Ayub 8:1-22.

Maka berbicaralah Bildad, orang Suah: “Berapa lamakah lagi engkau akan berbicara begitu, dan perkataan mulutmu seperti angin yang menderu? (Ayub 8:1-2).

Bacaan Lainnya

Renungan:

Ada banyak sekali ironi yang bisa kita temukan di dalam dunia ini. Misalnya, membela demokrasi dengan cara-cara yang tidak demokratis, melawan kekerasan lewat cara kekerasan, dan masih banyak lagi lainnya. Ironi seperti inilah yang juga dilakukan oleh Bildad. Dia mencoba membela keadilan Allah, tetapi melakukannya dengan cara yang tidak adil.

Pada dasarnya argumen Bildad untuk membela keadilan Allah tidak salah. Bildad berargumen bahwa Allah pasti adil, pasti akan membela orang benar, dan tidak akan menghukum orang saleh (3-7,20). Prinsip umum yang disampaikan Bildad dapat diterima. Namun, yang bermasalah adalah konteks situasi di mana ia berbicara. Dari argumennya, ia beranggapan bahwa Ayub pasti bukanlah orang benar dan penderitaan yang dialami oleh Ayub merupakan hukuman Allah.

Dalam upaya membela keadilan Allah, Bildad justru melakukan dua tindakan yang tidak adil. Pertama, ketidakadilan terhadap Allah. Bildad tidak adil ketika menilai bahwa Allah itu sangat kaku dan statis. Kalau orang berbuat baik, ia pasti akan diberkati dan tidak akan hidup susah, sebaliknya kalu orang berbuat jahat, ia pasti dihukum dengan penderitaan. Padahal, kenyataannya orang yang berbuat jahat tidak menerima celaka, dan orang yang berbuat baik justru ditimpa celaka. Hal itu tidak menandakan bahwa Allah tidak adil, melainkan fakta bahwa jalan Tuhan tidak terselami dan rancangan-Nya melampaui akal manusia.

Kedua, ketidakadilan terhadap Ayub. Bildad tidak adil karena menuduh bahwa Ayub tidak mendengarkan ajaran (8-10) dan menaruh percaya kepada hal lain selain Allah (13-15). Tanpa berempati terhadap penderitaan Ayub -sama seperti Elifas- ia menuduh Ayub telah berbuat dosa.

Saudara-saudaraku terkasih, berhati-hatilah dalam menilai Allah, menilai diri, dan menilai sesama. Jangan sampai kita jatuh ke dalam kesombongan rohani seakan-akan kita sudah mengerti Allah, sehingga dengan mudah kita menghakimi orang lain. Dengan rendah hati kita perlu mengaku bahwa pengertian kita terbatas, supaya kita dapat melihat pergumulan orang lain dengan penuh empati.

Doa:

Tuhan Allah Bapa, kami sering salah mengerti kehendak-Mu, kami sering jatuh dalam penilaian yang keliru tentang sesama dan diri kami, Mampukan kami ya Tuhan, untuk tidak mudah terjatuh dalam salah mengerti terhadap kehendakMu dan terhadap orang lain dan terhadap diri kami. Ajari kami untuk dapat berempati terhadap kesulitan-kesulitan sesama kami, sehingga kami mampu menjadi teman perjalanan hidup yang seturut dengan kehendak-Mu. Amin. (GTP, Gunungsari).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *